Register Login

TMII Budaya Nusantara

Indonesia sebagai negara yang kaya seharusnya mampu mempertahankan budaya. Justru dengan budaya yang dimiliki inilah, Indonesia mampu melangkah maju dan berkembang dengan identitas diri. Bukan dengan mencari dan mengenali identitas di luar yang membuat Indonesia terpuruk dan kurang mendapat respon.

Para wisatawan asing contohnya tidak sedikit dari mereka yang datang ke tanah air ini untuk mempelajari budaya di daerah-daerah. Bagi mereka keunikan inilah yang memiliki nilai plus. Dan usaha pelestarian ini adalah salah satu jalan untuk melindungi budaya dari ancaman kepunahan atau diambil dan diakuinya budaya oleh pihak luar Indonesia. Jangan sampai kalimat marah muncul tatkala budaya lokal diambil, namun dibalik itu justrubudaya lokal tak disentuh dan tak dijaga dengan baik.

Di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) ini, Anda akan diajak untuk mengenal lebih jauh tentang budaya di bangsa ini. Terdiri dari 33 provinsi seluruh Indonesia membuat bingung orang untuk mengenal dan mendalaminya. Namun, tidak demikian bila kita datang ke TMII. Karena inti dari semua yang ada di Indonesia sudah ada dan dipaparkan secara jelas serta detail di masing-masing provinsi.

Tidak percaya? Mari ikuti perjalanan saya kali ini. Setelah membeli tiket masuk melalui pintu masuk 2, saya pun langsung disuguhkan anjungan daerah Riau. Walau di sisi kanan dan kiri terdapat anjungan daerah lain, namun hati saya seolah terpikat dengan Riau. Banyak yang ditampilkan dari masing-masing anjungan ini.

Singkat kata, ajungan daerah adalah inti dan identitas dari TMII sendiri. Anjungan Riau ini memiliki estetika di bidang seni dan budaya. Wisatawan akan disambut dengan gapura bercorak khas Melayu yang merupakan replika Gapura Istana Kerajaan Riau Lingga. Selain itu terdapat patung satwa liar, seperti harimau dan beruang di halaman anjungan. Setelah puas mengabadikan gambar, saya pun meninggalkan lokasi dan menuju anjungan lainnya.

Kali ini saya memasuki wilayah Sumatra Barat yang mayoritas penduduknya suku Minangkabau. Menurut informasi yang saya peroleh, selain suku Minang berdiam pula suku Batak dan suku Mandailing. Di beberapa kota di Sumatera Barat terutama kota Padang terdapat etnis Tionghoa, Tamil dan suku Nias dan di beberapa daerah transmigrasi (Sitiung, Lunang Silaut, Padang Gelugur dan lainnya) terdapat pula suku Jawa.

Puas mengenal sedikit dari Sumatera Barat perjalanan pun dilanjutkan menuju Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Saya pun melirik khas NAD yakni musik Rapai. Menurut sejarah, Rapai berasal dari Baghdad (Irak) yang kemudian dibawa oleh seorang penyiar agama Islam bernama Syeh Rapi. Alat musik tersebut diketahui terbagi dalam beberapa jenis berdasarkan ukuran dan suaranya, diantaranya adalah Rapai Pasee (Rapai gantung), Rapai Daboih, Rapai Geurimpheng (Rapai macam), Rapai Pulot, Rapai Anak/tingkah (berukuran kecil) dan Rapai Kisah. Cukup menarik bukan? Ayo kita lanjutkan perjalanan kembali. Langkah saya pun berhenti ketika melihat dua sosok laki-laki dan perempuan sedang berdiri di depan bangunan sambil bergaya.

Setelah saya dekati, keduanya adalah replika yang dipasang di depan Anjungan Gorontalo. Dalam melaksanakan rangkaian upacara adat perkawinan pada masyarakat Gorontalo, pengantin wanita maupun pria memakai beberapa jenis busana yang disesuaikan dengan tahapan upacara. Tahap pertama adalah upacara mengantar harta (modutu), yaitu penyerahan sejumlah harta berupa uang atau barang kepada pihak mempelai wanita.

Tahap kedua dalam masa perkawinan adat Gorontalo adalah akad nikah (akaji). Busana yang dipakai oleh pengantin wanita adalah baju madipungu, bisa juga memakai baju gelenggo atau boqo tunggohu. Busana adat perkawinan pada masyarakat Gorontalo sangat kaya akan berbagai perhiasan yang dikenakannya. Rangkaian terakhir dari upacara perkawinan adalah bersanding di pelaminan (mopo pipide).

Busana yang dipakai oleh pengantin wanita adalah busana kebesaran yang dipakai oleh istri raja di jaman dulu. Sedangkan busana pengantin pria memakai baju paluwala, yaitu sama dengan baju takowa yang terdiri dari baju dan celana panjang. cukup unik. Di sisi Gorontalo ini, terdapat Banten. Di sini, wisatawan tak membutuhkan waktu lama untuk datang. Hanya beberapa langkah sudah berada di provinsi lain. Banten sendiri terkenal dengan berbagai kesenian yang cukup beragam.

Di antaranya seni bela diri pencak silat, Debus, Rudat, Umbruk, Tari Saman, Tari Topeng, Tari Cokek, Dog-Dog Lojor, dan Padingdang Pandeglangan. Di sisi Banten terdapat Bangka Belitung. Ada apa yah? Bangka Belitung diketahui memiliki senjata khas. Beberapa di antaranya berupa parang, kedik dan siwar panjang. Parang Bangka berbentuk seperti layar kapal yang digunakan untuk perkelahian jarak pendek.

Sementara Kedik adalah alat tradisional yang digunakan sebagai alat pertanian. Ketiga anjungan yang bersebelahan ini termasuk kategori anjungan baru. Selain anjungan Gorontalo, Banten, dan Bangka Belitung terdapat pula anjungan Sulawesi Barat, Kepulauan Riau, dan ajungan Maluku Utara yang termasuk anjungan baru. Sambil melangkah meninggalkan lokasi itu, beberapa menit kemudian, saya menemui anjungan Nusa Tenggara Timur (NTT). Provinsi ini terdiri dari beberapa pulau, antara lain Flores, Sumba, Timor, Alor, Lembata, Rote, Sabu, Adonara, Solor, Komodo dan Palue. Ibukotanya terletak di Kupang, Timor Barat. Mayoritas penduduk di provinsi NTT beragama Kristen dengan persentase ± 89% (mayoritas Katolik), ± 9% Muslim, ± 0,2% Hindu atau Buddha dan ± 3% untuk lainnya.

Perjalanan dilanjutkan kembali. Kali ini saya menemui rumah yang berbentuk unik dan tinggi menjulang ke atas. Ya itu adalah ciri khas rumah di Sulawesi Selatan. Rumah itu terdiri dari beberapa jenis, di antaranya adalah Tongkonan (Tana Toraja), Bola Soba (Bugis Bone) dan Balla Lompoa (Makassar Gowa). Setelah mengambil foto saya pun melangkah ke daerah saya, yakni Jawa Tengah. Duh, jadi kangen kampung halaman. Jawa Tengah mayoritas penduduknya adalah Suku Jawa.

Jawa Tengah dikenal sebagai pusat budaya Jawa, di mana di kota Surakarta dan Yogyakarta terdapat pusat istana kerajaan Jawa yang masih berdiri hingga kini. Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara.

Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing dan Tengger. Itulah beberapa hasil perjalanan saya di beberapa provinsi yang tak sampai satu hari sudah dikunjungi semuanya. Bila Anda tertarik untuk mempelajari 33 anjungan secara lengkap tak perlu ragu untuk datang ke TMII. Dijamin tak menguras ongkos banyak namun Anda akan memperoleh banyak informasi. Jika Anda berkunjung ke anjungan di TMII, dipastikan Anda akan terhibur. Anda akan merasa nyaman di dalamnya dengan pelayanan dan keamanan yang ada.



25 Mei 2011 - 17:50:57 WIB

Dibaca : 2006

BACA ARTIKEL MENARIK LAINNYA

Gedung Filateli Gedung Filateli
Kamis, 26 Januari 2012
Taman Suropati Taman Suropati
Selasa, 06 September 2011
Patung Arjuna Wijaya / Asta Brata Patung Arjuna Wijaya / Asta Brata
Senin, 07 November 2011

SHARE