Register Login

Toko Merah

Bangunan tua nan bersejarah yang satu ini masih berada di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat. Hanya saja, letaknya lebih jauh dari kawasan museum-museum yang ada di sana. Ia berada di seberang Terminal Kota dan berjejeran dengan bangunan tua lainnya. Dari kejauhan, mereka terlihat kokoh. Toko Merah dengan warna khas merah kecoklatanyang paling ngejreng di antara lainnya.

Bangunan di samping Toko Merah tampak tak terurus, ada pula yang dijadikan sebagai kantor. Namun, tak sama seperti Toko Merah. Toko Merah merupakan salah satu dari bangunan tua di kawasan tersebut yang masih ada sekaligus menyisakan sedikit kenangan serta saksi bisu dari sejarah perjalanan dirinya. Julukan Toko Merah ini diberikan karena dahulu gedung ini digunakan sebagai toko oleh seorang warga keturunan Cina bernama Oey Liauw Kong pada 1851.

Sebelumnya, bangunan ini didirikan pada 1730 dan digunakan sebagai tempat tinggal Gustaaf Willem Baron van Imhoff semasa menjabat Gubernur Jenderal VOC 1743-1750. Menurut buku Toko Merah Saksi Kejayaan Batavia Lama di Tepi Sungai Ciliwung, Thomas B Ataladjar menyebutkan, selain van Imhoff, di gedung itu pernah tinggal gubernur jenderal VOC lainnya. Di antaranya, Jacob Mossel, Petrus Albertus van der Parra, dan Reinier de Klerk. Tak hanya menjadi rumah tinggal, gedung ini juga pernah menjadi Akademi Maritim (Academie de Marine) Belanda dan penginapan yang bernama Heerenlogement. Alkisah, bangunan arsitektur ini bergaya Tionghoa.

Dilihat dari warna merah yang identik dengan warna Cina, meski sebenarnya warnanya adalah merah kecoklatan. Hal unik lainnya, terletak pada nomornya. Nomor bangunan pada gedung ini sejak dahulu kala tidak diubah sama sekali oleh pihak Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) yang memiliki hampir 20-an bangunan tua di kawasan Kota Tua, Jakarta. Nomor 11 ini menunjukkan bahwa Toko Merah berada di Jalan Kali Besar Barat nomor 11, Jakarta Barat. Setelah berganti-ganti pemilik, Toko Merah akhirnya dimiliki Perusahaan Perdagangan Indonesia.

Setelah kantor perusahaan itu pindah ke Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, bangunan Toko Merah ini dibiarkan kosong. Pada masa itu, sepuluh tahun setelah gedung tersebut berdiri pada 1740 terjadi kerusuhan. Depan Toko Merah terdapat sungai Groote Rivier (Kali Besar) yang mengalir hingga ke muara sungai. Di tempat tersebut, sebuah sejarah kelam mengenai pembantaian terhadap orang-orang Tionghoa tercatat. Pembantaian terhadap sekitar 12 ribu orang-orang Tionghoa yang ada di Batavia kala itu. Ribuan mayat dibuang di Kali Besar. Karena ribuan dan menumpuk ternyata ketika kali Muara Angke dikeruk terdapatlah mayat-mayat tersebut. Katanya, dahulu disebutnya Muara Bangke namun sepanjang berjalannya waktu huruf 'b' dihilangkan dan kini disebut Muara Angke.

Di muara Ciliwung ini ketika airnya masih jernih, pada pagi dan sore, menjadi tempat mandi para Indo-Belanda. Sementara di malam terang bulan, para muda-mudi, sambil main gitar, bernyanyi menumpahkan isi hati mereka. Setelah tiga abad berdirinya toko tersebut, Toko Merah telah menjadi saksi bisu dengan beragam kisah di dalamnya. Toko Merah tetap kosong tak berpenghuni dan gerbangnya digembok tidak bisa dimasuki oleh pengunjung. Andai Toko Merah bisa berbicara, maka akan banyak kisah dan tokoh yang dapat diceritakan olehnya. (Agnes)



07 September 2011 - 11:21:58 WIB

Dibaca : 2014

BACA ARTIKEL MENARIK LAINNYA

Ritual Pasola Sumba Barat Ritual Pasola Sumba Barat
Selasa, 13 Maret 2012
Masjid An Nawier Masjid An Nawier
Kamis, 02 Februari 2012
Gedung Bharata Purwa Gedung Bharata Purwa
Rabu, 18 Januari 2012
Arena Pertunjukan Ular Ragunan Arena Pertunjukan Ular Ragunan
Selasa, 28 Juni 2011

SHARE